Sekilas sejarah masa depan kota
Kegiatan tutup tahun atau jelang tahun biasanya diramaikan dengan ramal meramal tentang apa yang akan terjadi di tahun berikutnya. Tidak hanya masalah nasib atau peruntungan, namun dunia ramal meramal telah pula merambah ke dunia lain, fashion, teknologi, politik, desain, interior hingga arsitektur. Bagaimana dengan desain perkotaan? Adakah yang meramalkan akan seperti apa kota kota kita di masa yang akan datang?
Kaum utopis di tahun tahun awal abad ke 20 dikenal dengan ide ide masa depannya tentang kota. Umberto Boccioni misalnya menggambarkan bahwa kota kota di masa yang akan datang dipenuhi dengan gedung berlantai banyak dengan teknologi pesawat terbang dan kendaraan supercepat sejalan pula dengan ide Antonio Sant’Elia dengan Futurist City atau La Citta Nuova-nya yang juga menggambarkan kota dengan deretan tower rower dan lingkungan urban yang termekanisasi. Kedua ide ini nampaknya sangat dipengaruhi oleh awal mula perkembangan industri pada masa itu yang didominasi oleh banyaknya penemuan baru, mesin mesin uap, pesawat terbang, kendaraan hingga penemuan material bangunan baru. Berikutnya ide ide Le Corbisuer nampaknya lebih mencerminkan kekhawatiran soal dampak teknologi terhadap rusaknya lingkungan alami. Dalam visinya terhadap Kota Paris masa depan, Plan Voisin of 1925, Le Corbusier menyarankan agar kota kota dikembangkan ke arah vertical guna menyisakan lahan lahan terbuka untuk pembangunan taman yang hijau. Le Corbu nampaknya khawatir dengan masa depan kota yang membesar kearah pinggir secara tidak terkendali serta memadatknya kawasan city center melahap lahan lahan hijau pada abad ke 19. Dalam konsepnya yang dikenal dengan Ville Radieuse (radiant city), dia mengusulkan agar kepadatan ditingkatkan di pusat kota dengan membangun lebih banyak gedung tinggi guna mengurangi gerak lalu lintas. Hal ini ditujukan untuk mengurangi kemacetan serta penggunaan kendaraan yang pada akhirnya akan mengurangi polusi udara secara signifikan. Ide ide awal perkotaan tersebut merupakan konsep konsep yang ditawarkan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh kota kota di Eropa pada masa awal revolusi industry. Bagaimana dengan kota kota di Indonesia atau Bali secara lebih spesifik?
Perkembangan perkotaan di Bali
Ihwal kota atau kawasan perkotaan merupakan istilah baru bagi Pulau kecil yang sudah padat sejak awal abad ke 16. Tidak jelas benar awal mula dihuninya pulau Bali, namun banyak yang percaya penduduk Bali berasal dari kawasan utara Vietnam Dongson yag bermigrasi melintasi Sumatera, Jawa hingga ke Bali. Banyak pula yang percaya penduduk Bali juga berasal dari India dan ada yang meyakini datang dari arah utara pulau, Kalimantan. Jika demikian halnya maka dapat disimpulkan penduduk Bali merupakan campuran dari berbagai latar belakang. Satu hal yang pasti dan tercatat di banyak buku serta babad, penduduk Bali, terutama yang hadir belakangan sekitar 1343 setelah Mahapatih Gajah Mada membawa Bali di bawah pengaruh Majapahit. Willard A. Hanna bahkan meyakini bahwa terjadi migrasi besar-besaran dari Jawa Timur ke Bali saat runtuhnya kerajaan Majapahit tahun 1515. Hadirnya penduduk dari berbagai latar belakang tersebut mnghuni Bali, tidak lantas membuat permukiman menjadi berkarakter perkotaan. Umumnya permukiman berukuran kecil, tersebar di berbagai wilayah, dataran hingga pegunungan. Hanya setelah kerajaan Gelgel pecah menjadi delapan kerajaan kecillah kemudian mulai terbentuk apa yang dipercaya sebagai cikal bakal ‘perkotaan’ di Bali. Hadirnya pemerintah colonial Belanda akhir abad ke 19 dan awal abad 20 tidak serta merta merubah karakter permukiman di Bali. Tidak seperti kota lain yang dikuasai oleh pemerintah colonial pada masa itu, Semarang, Malang, Surabaya, Batavia, ataupun Makassar yang direncanakan dengan cukup detail oleh Belanda, Bali masih tetap dipertahankan dengan karakter agrarisnya. Sistem pemerintahan traditional dengan organisasi pertanian, subak, tidak diutak-atik namun dipertahankan sebagi salah satu keunggulan untuk dikembangkan sebagai industri pariwisata.
Menuju perkotaan Bali modern
Pengembangan insdustri pariwisata inilah yang berlanjut hingga hari ini dengan segala dimensinya, namun dengan nilai yang sudah berubah. Jika Belanda mempertahankan budaya Bali dengan segala keunikannya untuk dijadikan sebagai daerah tujuan wisata, maka kini keindahan alam dan budaya lebih banyak dieksploitasi. Kembali ke pertanyaan awal, seperti apa nasib perkotaan di Bali di tahun 2014 atau setelahnya? Apa yang mempengaruhi wajah perkotaan di masa depan? Saya coba memilahnya mejadi dua kelompok yaitu kelompok objek atau kota itu sendiri dan kelompok subjek atau para pelaku yang berperan dalam membentuk kota.
Dari kelompok objek atau fisik kota, secara morphology dan typology telah terjadi perubahan sejak masa kemerdekaan. Bentuk bentuk bangunan misalnya, yang dahulu berukuran relative kecil karena keterbatasan teknologi serta bahan, kini sudah berubah menjadi bangunan yang berukuran relative besar. Hal sebaliknya terjadi pada lahan. Jika dahulu lahan lahan untuk rumah masih berukuran relative luas, maka kini lahan lahan sudah semakin menyempit. Perubahan lahan ini berpengaruh pada strategi penyediaan perumahan bagi masyarakat perkotaan. Dari segi fungsi juga telah terjadi pemekaran typology dari yang terbatas pada hunian, bangunan komunal dan bangunan suci, kini sudah banyak fungsi fungsi baru yang menjejali setiap jengkal lahan perkotaan. Kita sudah menyaksikan berbagai typology baru tumbuh mulai dari hotel besar, kamar sewa (kost-kost-an), disusul hotel melati, restaurant, artshop yang semuanya merupakan imbas pesatnya pembangunan wisata. Typology berikutnya lebih berkembang tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan wisatawan tapi juga masyarakat lokal. Typology yang cukup fenomenal adalah ruko dan pusat perbelanjaan. Typology selanjutnya yang muncul adalah restaurant cepat saji, mall-mall yang lebih mewah, perkantoran swasta, hingga perumahan petak yang sering diplesetkan menjadi perumahan BTN. Typology yang muncul belakangan lebih banyak untuk memenuhi pasar konsumsi penduduk local Bali yang mulai berdatangan ke kota-kota besar terutama Denpasar dan sekitarnya. Gaya hidup serba cepat melahirkan restaurant cepat saji serta gaya hidup konsumtif merangsang tumbuhnya pusat pusat perbelanjaan. Semenjak semakin dikenalnya Bali baik wisatawan mancanegara maupun domestic, pembangunan pariwisata kembali meningkat dengan berdirinya ratusan villa-villa di sepanjang pesisir dan di dekat jurang jurang di Bali diikuti hotel hotel murah (budget hotel) di kawasan pusat kota.
Bagaimana dengan subjek atau pelaku yang berkecimpung di dalam urusan perkotaan; termasuk penduduknya, wisatawan yang datang, pemerintah, serta yang belakangan mulai datang menyerbu, investor? Perubahan tentu saja juga terjadi ada kelompok ini terutama kehadiran para investor. Beberapa ratus hektar lahan telah beralih kepemilikan ke tangan investor dari luar Bali. Pembangunan perumahan untuk golongan menengah ke atas akan tidak terelakkan. Bagaimanapun juga Bali masih memiliki daya tarik yang besar sebagai lokasi investasi menguntungkan. Perumahan ini besar kemungkinan akan dipasarkan di Jakarta, Surabaya atau bahkan di luar negeri, Singapura, Sydney, Melbourne. Implikasinya adalah kepemilikannya akan berada di tangan orang luar Bali. Kekhawatiran dari kondisi ini adalah perumahan tersebut akan lebih banyak kosong karena hanya dijadikan sebagai instrument investasi yang jika harga naik maka rumah akan dijual lagi. Tahun 2014 juga akan semakin ramai spekulan property dengan berbagai permainan, mulai dari memanipulasi jalur hijau hingga memecah lahan menjadi ukuran kecil kecil sehingga harganya lebih terjangkau yang berimbas pada semakin banyaknya orang yang datang ke wilayah perkotaan. Dua kelompok pemain ini, investor besar dan spekulan, akan banyak memainkan perannya di tahun 2014. Ada sekelompok pemain lain yaitu arsitek muda baik tamatan institusi lokal maupun institusi luar Bali yang mengadu peruntungan di Bali. Generasi baru ini membawa gelombang baru dalam bentuk desain yang lebih berani namun kompromistis terhadap kebutuhan pasar dan trend.
Ramalan Kota Bali 2014
Perubahan peta telah terjadi baik di bagian objek maupun di bagian subjek. Selanjutnya seperti apa wajah perkotaan setelah berevolusi semenjak awal abad 20 hingga hari ini? Berikut saya coba menguraikan beberapa kemungkinan yang akan terjadi.
Typology baru?
Rasanya tidak akan ada lagi typology baru di tahun 2014 karena nyaris semua typology bangunan telah ada, namun demikian typology typology bangunan komersial akan lebih meramaikan wajah perkotaan, sementara di bagian pinggiran, suburb, typology rumah petak yang berukuran kecil akan bertambah signifikan. Pertumbuhan rumah petak ini akan membangkitkan ekonomi di kawasan ini dan memunculkan ruko ruko dengan ukuran yang juga tidak terlalu besar dan ditempati oleh bisnis yang melayani warga baru seperti laundry, outlet pulsa, warung makan, dll. Ada kemungkinan munculnya apartemen berketinggian rendah (low rise apartement) tapi mengingat susahnya mendapat ijin, maka namanya bisa saja bukan apartment tapi istilah lain dengan fungsi yang kurang lebih sama.
Bentuk dan gaya bangunan baru?
Tidak akan ada pura baru yang dibangun karena tidak ada desa adat baru yang terbentuk. Sekalipun jumlah penduduk semakin besar namun jumlah umat hindu cenderung kecil pertumbuhannya. Meskipun ada penambahan dari sisi urbanisasi, umumnya para pendatang ini sudah menjadi krama desa adat di kampungnya masing masing. Ketiadaan desa adat baru ini menyebabkan tidak akan ada pura baru yang dibangun. Ada kemungkinan dilaksanakan renovasi pura. Renovasi ini bisa jadi akan lebih mengedepankan arsitektur asli setempat setelah masyarakat jenuh dengan model pura dengan menggunakan batu hitam karangasem. Ada kerinduan dan kenangan yang ingin dikembalikan dari penggunaan bahan alami setempat. Trend di bangunan suci ini kontras dengan di bagian perumahan serta bangunan komersil baru.
Gaya gaya bangunan semakin dinamis tidak lagi berpatokan pada aturan aturan baku yang sudah dianggap out of date semacam kepala-badan-kaki. Ornament ornament yang bersifat tempelan, ukiran berukuran besar berbahan batu alam akan lebih dominan disbanding strip strip kayu yang sempat mendominasi. Upaya supaya terlihat ‘Bali’ ini sekaligus juga untuk memenuhi syarat IMB terutama setelah dikeluarkannya Perwali tentang ornament bangunan di Denpasar. Hal hal semacam ini akan dominan terjadi untuk bangunan komersil di pinggir jalan utama serta perumahan baru di kawasan suburb.
Bagaimana dengan bangunan rumah rumah tradisional Bali berpola natah? Tidak akan ada lagi bangunan semacam ini dibangun. Pola natah sendiri akan menyesuaikan dengan pertambahan penduduk alami yang terjadi di dalam keluarga penghuninya. Strateginya adalah dengan menyisipkan bangunan baru diantara bangunan yang sudah ada, menambah jumlah lantai, atau membuat emperan sebagai solusi menambah jumlah kamar. Petak bangunannya sendiri tidak akan bertambah. Fenomena ini akan menimbulkan gaya bangunan eklektik di permukiman tradisional. Bangunan lama, bale daja dan bale dangin serta merajan yang umumnya dipertahankan dalam gaya tradisional, bersanding dengan bangunan gaya baru pada lahan bale dauh, dapur serta bangunan sisipan.
Toko dan pasar tradisional?
Pasar pasar tradisional banyak yang berevolusi menjadi lebih modern, bersih tidak becek berkat paving dan pencahayaan yang lebih baik. Kesuksesan revitalisasi pasar agung di Peguyangan besar kemungkinan akan ditularkan ke pasar pasar tradisional lainnya sehingga mampu bersaing dengan toko berjaringan yang merambah hingga ke pelosok pelosok desa. Toko toko berjaringan akan semakin banyak jumlahnya dan persebarannya semakin merata seiring semakin melebarnya kawasan perkotaan. Jam buka yang panjang, harga yang bersaing, kesan lebih modern serta layanan yang nyaman menjadi tantangan utama bagi warung-warung tradisional.
Pemain baru?
Investor memainkan peranan sangat besar dalam menentukan arah perkotaan di masa yang akan datang. Dengan kekuatan uang yang dimiliki, mereka bisa masuk mempengaruhi kebijakan pemerintah baik di bidang infrastruktur maupun perijinan. Permainan perijinan saat ini sudah melibatkan semua sendi pemerintahan, eksekutif dan legislatif. Berlarut larutnya pengesahan RTRW menyiratkan lemahnya komunikasi dan koordinasi antar lembaga pemerintah. Kelemahan ini menyisakan celah yang dimanfaatkan investor maupun spekulan tanah untuk mengambil untung sebesar besarnya. Spekulan akan merambah hingga ke pelosok karena lahan di perkotaan sudah semakin langka dan harganya semakin tinggi.
Kebijakan pembangunan vertical masih akan jalan di tempat sehingga pembangunan horizontal masih akan mendominasi tahun 2014.
Wajah kota yang baru?
Tidak akan terjadi perubahan wajah kota drastis tetapi pembangunan horizontal akan semakin parah membuat lahan terbuka hijau berkurang sangat drastis. Bangunan perumahan tradisional terjepit di tengah tengah pembangunan baru sehingga wajahnya tertutupi dan tidak lagi bisa dilihat dari arah jalan utama. Pola perkembangan kawasan bergerak dinamis ke segala arah.