Kota London mengingatkan saya pada novel dan film Oliver Twist yang secara cerdas mengalirkan cerita menggiring pembaca tanpa sadar terbawa pada dikotomi setting, kota dan desa. Charles Dickens, si pengarang, menggambarkan London sebagai tipikal kota yang lusuh, jorok, padat dipenuhi rumah-rumah kumuh. Gang-gang sempit yang becek dan dipenuhi oleh tunawisma. Berbanding terbalik dengan penggambarannya tentang kawasan perdesaan. Setelah mengalami masa-masa buruk di London, Oliver Twist pindah ke desa dimana dia menemukan kehidupan yang lebih baik. Tempat dimana dia bebas bergaul dengan lingkungan alam. Desa digambarkan sebagai lingkungan yang bersih, segar, bahkan orang-orangnya hidup secara damai, tidak seperti di kota yang antar individu saling bersaing. Di alam pedesaan, di antara pohon-pohon, sungai dan semak belukar, Oliver memulihkan kesehatan mentalnya dan seolah menemukan jati dirinya kembali.
Dikotomi Kota dan Desa
Sebagaimana digambarkan di dalam novel, kota-kota pada masa revolusi industry seringkali dicitrakan sebagai kota kumuh, penuh polusi, macet, bising dan tempat berkumpulnya banyak buruh buruh miskin serta individu-individu yang saling bersaing. Mengejar nilai-nilai ekonomi, menumpuk kekayaan, melupakan nilai nilai kemanusiaan dengan memanfaatkan setiap peluang. Buruknya citra kota tidak hanya ditampilkan melalui perilaku manusianya tetapi juga kualitas fisik lingkungannya.
Dalam beberapa dekade, secara perlahan kota-kota di barat mulai meninggalkan kehidupan industry. Pabrik-pabrik telah bergeser ke selatan, kota-kota di negara berkembang. Kota di Eropa kini sebagian besar beralih dari kawasan industri dan manufaktur menjadi kota jasa. Kota tempat bertemunya berbagai komoditas yang sudah jadi, bukan lagi pusat industry, untuk kemudian disistribusikan kembali ke seluruh dunia. Pergeseran kawasan industry secara perlahan merubah penampilan fisik kota, meski kepadatan penduduk tidak berkurang, tetapi imagenya jauh berubah.
Meninggalkan tepian Sungai Thames menuju Hyde Park, ruang terbuka hijau yang luas, saya melangkahkan kaki menyusuri jalanan teduh dengan pepohonan yang sedang bertunas. Pucuk pucuk pohon mulai menggeliat setelah bersembunyi sepanjang musim dingin. Sinar matahari bersinar cukup terik namun tidak menyengat di awal musim semi. Udara malah masih terasa cukup dingin menusuk. Saya mencoba gerak-gerakkan tangan ke atas sambil memutar pinggang yang terasa kaku. Rupanya gerakan itu mengusik puluhan burung yang sedang mencari makan di jalanan. Berbarengan mereka mengepakkan sayap dan beterbangan samrag tak tentu arah, “Werrr…brrr..wrrrrr…..”.
Makhluk-makhluk hidup memiliki hak yang sama untuk mendiami permukaan bumi. Kota-kota dirancang oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Konon saat manusia mulai meninggalkan kehidupan nomaden dan menetap di satu tempat, saat itulah dimulainya momen baru, manusia menciptakan garis yang men-differentiate dirinya dengan makhluk lain dengan cara menciptakan lingkungannya sendiri. Lingkungan alami dimodifikasi sedemikian rupa sesuai dengan keinginan manusia sehingga tercipta lingkungan baru, artificial.
Pola pembangunan permukiman pada awalnya meniru sifat sifat alam, mempertimbangkan kondisi permukaan lahan, temperature udara alami serta menggunakan material yang bisa diperoleh dari tempat sekitar. Semakin lama pola pembangunan berubah, teknologi memungkinan permukaan tanah untuk dimodifikasi, iklim di dalam gedung bisa diatur, material didatangkan dari berbagai belahan dunia yang lain serta teknologi mampu membuat bentuk baru, yang tidak mungkin pada masa lalu. Ada akibat lain. Lingkungan baru ini, yang dirancang oleh manusia, menjadi hanya cocok untuk manusia, meng-exclude peluang makhluk lain untuk menghuni wilayah yang sama dengan manusia. Manusia memisahkan diri dengan makhluk lain.
Kota dengan Karakter Desa
Beruntunglah kesadaran untuk kembali menjadi bagian dari alam, beberapa tahun belakangan ini, mulai banyak dikampanyekan. Bahasa kerennya’ “co-dwelling with nature”, alias menghuni kota bersama sama dengan makhluk lain. Manusia kembali ke kodratnya, menjadi bagian dari alam.
Sampai di Hyde Park, suara burung terdengar ramai di cabang-cabang pepohonan di atas kepala. Di rerumputan taman juga tak kurang burung yang mengais-ngais tanah mencari cacing di tanah. Bebek-bebek dan angsa liar di danau dan sungai kecil di Hyde Park mondar mandir dengan tujuan yang sama,mencari makan. Saya masih ingat pada waktu kecil dilarang membunuh burung pipit dan emprit oleh kakek. Bahkan membunuh ularpun, jika kami tak sengaja berjumpa saat ke sawah, juga dilarang. Kakek hanya mengatakan bahwa mereka adalah teman teman yang harus diajak hidup berdampingan. Belakangan saya memahami, ternyata burung pipit membantu pembuahan saat hinggap mengisap madu dari bunga pohon mangga, rambutan serta buah lain yang ditanam di belakang rumah. Burung-emprit memakan ulat ulat sekaligus menjaga pucuk pucuk daun tetap dapat tumbuh dengan baik sementara ular memangsa tikus-tikus di sawah yang menganggu tanaman padi. Dalam lingkaran yang lebih besar, semua makhluk membantu terjadinya keseimbangan ekologi.
Di Kota besar seperti London, makhluk-makhluk hidup liar masih mudah dijumpai di masa yang serba modern ini. Tanpa bermaksud untuk terlalu banyak menyanjung, rasanya hewan-hewan liar tersebut merasa nyaman hidup di tengah-tengah aktivitas manusia. Demikian pula manusia yang datang berbagai belahan penjuru bumi nampaknya juga merasa nyaman hidup berdampingan dengan hewan-hewan liar. Semua dimungkinkan karena ruang-ruang terbuka luas, pohon-pohon besar, serta sungai-sungai besar dan kecil yang terjaga dengan baik kualitas dan kuantitasnya. London mengembalikan kualitas ruang terbuka alaminya, hidup di ruang yang sama dengan semua makhluk lain di muka bumi.
Seperti cerita Oliver Twist, bukan di gedung-gedung berbalut kaca, dengan suhu yang dapat diatur, serta dilengkapi berbagai perangkat serba otomatis, tetapi di tepi sungai dan di bawah pohon bersama burung dan bebek liar, manusia menemukan akarnya ekologisnya. Tempat dimana manusia kembali menjadi bagian dari alam, bukan memisahkan diri darinya.