Tim Desain: I Nyoman Gede Maha Putra – I Ketut Wistama Yasa Aryana
Grafis: I Ketut Wistama Yasa Aryana – Yoga Widnyana
Setidaknya terdapat tiga hal penting, di luar cara pandang manusia terhadap diri dan alam semesta atau yang sering disebut sebagai kosmologi, yang berpengaruh langsung terhadap bangunan yang dibangun oleh manusia. Hal pertama adalah tanggapannya terhadap iklim, berikutanya adalah materi apa yang dipergunakan guna menanggapi iklim tersebut, serta yang ketiga teknik apa yang dipakai dalam menanggapi iklim tersebu. Tiga hal mendasar ini, di luar factor budaya dan cara hidup masyarakat setempat, memberi karakter pada bangunan-bangunan vernacular yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Perbedaan pada bentuk bentuk yang dilahirkan di daerah yang berbeda-beda dipengaruhi oleh banyak hal, diantaranya keadaan sosio-kultural serta penguasaan teknologi setempat, tetapi upaya dalam rangka menanggapi iklim menunjukkan pola-pola serupa.
Bangunan-bangunan vernacular tradisional memiliki satu ciri pokok dalam bentuk tanggapannya yang positif terhadap iklim. Karakter ini lahir karena bangunan pada mulanya memang diciptakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya akan ruang sekaligus untuk melindungi diri dari pengaruh iklim. Dengan material yang tersedia di sekitar site serta dengan kemampuan teknis yang dimiliki (vernacular know-how), bangunan-bangunan vernacular diciptakan pada lokasi-lokasi yang telah dipilih. Setiap lokasi memiliki karakteristik alamiahnya tersendiri: posisinya terhadap matahari, kemiringan lahan, serta karakter alinnya menjadi pertimbangan. Ketersediaan material alami yang berbeda diiringi dengan pengatahuan pertukangan yang juga khas berkembang di daerah setempat menciptakan wujud yang berbeda. Karakter bangunan tercipta by necessity dan bukan by design.
Seiring perkembangan jaman, material tidak lagi diperoleh dari lingkungan sekitar, demikian pula ilmu konstruksi baru yang datang dari segala penjuru mempengaruhi perkembangan teknologi bangunan setempat. Pola pola membangun dengan mengedepankan material dan penguasaan teknologi setempat tidak lagi menjadi satu-satunya acuan. Sekalipun material serta teknologi bangunan telah jauh berkembang, namun iklim tidak banyak berubah. Sehingga, di masa kini, perkembangan material serta teknologi masih dipergunakan untuk memberi tanggapan terhadap iklim yang sama.
Merancang fasilitas pendidikan pascasarjana dengan tuntutan ruang yang fleksibel serta memiliki identitas yang menonjol, merupakan brief yang diberikan dalam penugasan perancangan Gedung Pascasarjana Universitas Warmadewa ini. Pentingnya ruang yang fleksibel karena pola perkuliahan, yang tercermin pada strategi pembelajaran, yang berbeda dibandingkan dengan pola perkuliahan prasarjana. Tuntutan untuk menampilkan identitas yang kuat dimaksudkan guna mendukung cita cita program pascasarjana sebagai batu pijakan baru dalam sejarah perkembangan Universitas Warmadewa.
Sesuai dengan tuntutan, yang dituangkan dari brief perancangan, maka program ruang disusun berdasarkan pertimbangan fleksibilitas penggunaan ruang. Ruang-ruang kantor dibuat open plan sedangkan ruang-ruang kelas dibagi dalam sekat sekat yang bisa dimodifikasi sesuai dinamika aktivitas yang akan berlangsung di dalamnya. Lobby sebagai area penerima dibuat dalam ukuran ‘cukup’, tidak terlalu luas naumn juga tidak terlalu sempit, agar pemanfaatan luas lantai bisa dipergunakan seoptimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan ruang utama. Dominasi ruang kelas serta ruang-ruang untuk aktivitas pembelajaran: ruang baca, ruang diskusi, serta ruang presentasi sengaja dilakukan untuk memenuhi tuntutan fleksibilitas tadi.
Secara vertikal, gedung dibuat empat lantai dimana lantai terbawah dimanfaatkan untuk parkir serta sirkulasi keluar masuk kendaraan. Lantai-lantai lainnya dirancang sesuai dengan intensitas penggunaannya. Lantai di atasnya dipergunakan untuk ruang-ruang admisnitrasi serta lobby. Dua lantai teratas dimanfaatkan untuk ruang ruang kelas serta ruang baca mahasiswa.
Gambar: Denah lantai level lobby menunjukkan study pencahayaan untuk ruang-ruang administrasi
Gambar denah ruang kelas dengan partisi yang bias di modifikasi sesuai kebutuhan ruang untuk memenuhi fleksibillitas penggunaan ruang.
Identitas adalah isu yang selalu actual untuk diperdebatkan di dalam arsitektur. Sebagai konsep yang cair, identitas tidak melulu berkutat pada hal-hal yang bersifat fisik tetapi juga non fisik, melibatkan konsep dan ide serta cara kerja beserta segenap pattern yang tercipta dari proses kerja. Arsitektur Bali, berkembang dari masa sebelum era masyarakat mengenal tulisan hingga jaman internet, telah berkembang sedemikian pesat. Identitasnya, secara budaya, juga turut bergerak dinamis. Perkembangan identitas arsitektur Bali diiringi berbagai macam pandangan, sebagian merasa optimis sementara sebagian lainnya merasa identitas arsitektur Bali tengah terancam akut. Dalam mebangun identitas gedung ini, diambi strategi pendekatan iklim. Tanpa mengambil salah satu typology, yang umumnya ditempuh saat ingin membangun identitas, strategy perancangan wujud mengandalkan pada ke ber-akar-an yang bersumber pada tata atur proporsi, tata olah material, serta strategy bukaan dan naungan yang kesemuanya ditujukan untuk menyiasati iklim panas-lembab.
Site terletak pada posisi yang relative sulit, di lokasi yang selama ini berfungsi sebagai lahan parkir sekaligus jalur keluar masuk kendaraan sehari-hari. Lebar site terbatas serta panjang site lebih fleksibel. Dengan posisi yang memanjang ke arah utara-selatan, maka sisi terpanjang site memperoleh cahaya matahari langsung. Sisi bagian timur mendapat sinar sepanjang pagi hingga tengah hari, sementara sisi bagian barat terpapar selepas tengah hari hingga matahari tenggelam. Posisi secama ini berpotensi untuk menyebabkan interior bangunan menjadi panas akibat dinding bagian timur dan barat yang terpapar cahaya matahari langsung. Hal ini berpotensi mengurangi kenyamanan pengguna.
Gambar study bagian kanopy bangunan serta areal tangga utama.
Mengahadapi tuntutan ruang, keinginan untuk memimiliki identitas baru serta mempertimbangkan posisi site, pendekatan iklim menjadi pilihan dalam perancangan gedung pascasarjana ini. Pilihan pendekatan ini akan dipergunakan sebagai strategi untuk menjawab persoalan program dengan tetap tampil membumi serta di sisi lain juga diharapkan mampu menghemat penggunaan energy baik lampu, terutama di siang hari, maupun pendingin ruangan (AC).
Rancangan Gedung pascasarjana ini mengadopsi pengetahuan tradisional tanpa harus mengingkari perkembangan teknologi terkini. Penggunaan material-material baru ditujukan untuk menunjang performa bangunan dalam menanggapi iklim. Kaca dipergunakan untuk memaksimalkan cahaya masuk ke dalam gedung. Penempatannya dipertimbangkan untuk menghindari bangunan dari panas berlebih (overheat) yang dapt berimbas pada meningkatnya penggunaan AC. Jendela-jendela dirancang untuk menghadap utara dan selatan sehingga terhindar dari panas matahari langsung baik pada pagi maupun siang hingga sore hari. Dengan demikian diharapkan terang matahri masih bisa sampai ke dalam interior bangunan namun panasnya tidak masuk ke dalam gedung.
Gambar study bagian depan bangunan untuk melihat efekstivitas cahaya alami yang masuk menerangi lobby dan ruang ruang bagian depan.
Penciptaan banyak bayangan guna menurunkan suhu interior bangunan umumnya banyak diterapkan di permukiman-permukiman panas di tepi pantai. Rumah-rumah sengaja dibuat saling berdekatan sehingga bayangan rumah yang satu jatuh pada dinding rumah yang lain serta menaungi ruang terbuka: jalan setapak ataupun natah. Dengan penataan yang demikian, bayangan-bayangan yang tercipta menghindarkan suhu ruang yang tinggi. Pendekatan semacam ini dipergunakan dalam merancang wajah gedung. Wajah gedung dibuat maju mundur untuk menciptakan banyak bayangan yang akan menurunkan temperature permukaan gedung. Beberapa bagian dibuat menonjol sementara bagian lainnya sengaja disdesain menjorok ke dalam (recessed). Sebagian dinding masih terpapar oleh sinar matahari langsung tetapi banyak permukaan yang mendapatkan teduh bayangan dari permukaan dinding lainnya. Penggabungan pendekatan perancangan seperti ini menghasilkan karakter gedung yang modern namun tidak tercerabut dari akar pengetahuan arsitektur setempat.
Gambar study wujud 3 dimensional bangunan dari berbagai sudut untuk melihat berbagai efek cahaya. Bagian yang terpapar cahaya langsung diusahakan tampil solid, jendela-jendela kaca menghadap utara dan selatan agar tidak terkena cahaya langsung.
Program 3 dimensional computer dipergunakan untuk membantu melakukan study bayangan pada tahap pra-desain. Dari study-study bentuk 3 dimensional ini keputusan-keputusan desain dibuat dengan mempertimbangkan kesulitan yang mungkin muncul, material yang dipergunakan serta efek banyangan yang ditimbulkan dari bentuk-bentuk yang dibuat. Dari study model juga disusun strategy penanaman pohon serta semak untuk membantu menciptakan keteduhan.
Perancangan lansekap pada gedung ini, selain untuk kepentingan estetika, diarahkan untuk mendukung strategi menanggapi iklim yang menjadi tema utama perancangan gedung ini. Penempatan tanaman sesuai ketinggian serta jenisnya diharapkan akan menciptakan iklim luar ruangan yang juga sejuk serta tetap nyaman.
Gambar Clay render tampak depan gedung. Permukaan yang menonjol menciptakan bayangan pada jendela jendela kaca besar member keteduhan pada permukaan gedung.
Keberhasilan desain sebuah gedung ditentukan oleh seberapa sukses brief diterjemahkan menjadi program untuk selanjutnya dieksekusi menjadi rancangan. Rancangan ini kemudian diwujudkan ke dalam wujud fisik dan selanjutnya dipergunakan oleh pengguna. Untuk mengukur keberhasilan gedung ini, perlu dilakukan evaluasi pasca huni untuk mengukur kesuksesan program ruang yang dibuat dalam menjawab kebutuhan ruang, kesuksesan strategi perancangan dalam menjawab persoalan perancangan: iklim, material, teknologi dan sebagainya. Pada akhirnya kepuasan pengguna akan menjadi tolok ukur utama.
Gambar penggunaan tanaman sebagai elemen aktif untuk menciptakan ruang-ruang yang teduh serta me’lembut’kan tampilan luar bangunan.
Gambar gedung pascasarjana dari arah selatan. Bagian bawah (kolong bangunan) adalah jalur keluar areal kampus dan juga parkir.